Posted in

 Adat dan Arwah

Yesa Sinaga

Sastra Indonesia

Tahun 2015 inangku (nenek dalam batak simalungun) meninggal dunia karena sakit-sakitan. Setelah beberapa hari dioperasi karena tumor inangku tidak langsung pulih melainkan sakit-sakitan. Bapakku mengatakan, “Kita bawa saja mamak kita ke orang pintar, kali aja bisa disembuhkan.” Lalu bapak tua (abang dari bapakku) berkata, “Ya udah kita bawa lah dulu.”

Setelah membawa ke orang pintar hasilnya sama saja, inang masih saja sakit-sakitan. Sebelum inang meninggal dunia, anak-anak inang berkumpul untuk menyanyikan lagu rohani hingga inang tidur. Besok siangnya lah inang sudah tiada, semua keluarga merasa sedih dan mulai mengabarkan kepada keluarga lain. “Dek mamak kita udah gak ada, baleklah lagi kau ke Medan ini,” kata bapakku kepada amanguda (adik laki-laki bapak) sambil menahan tangisnya.

Lalu amanguda menjawab sambil menangis, “Iyah bang tunggu kami ya, biar langsung kupesan tiket pesawat dari sini dan kubawalah anak-anak ini juga.” “Iya hati-hati kalian ya dek” “iya bang”.

Setelah semuanya berkumpul, dimulailah acaranya menggunakan adat batak yang biasanya orang mati itu ditor-torin dan juga ada namanya mangulosi (tor-tor sekalian memberikan ulos). Acara dilakukan hanya satu hari, keesokannya dibawa ke kampung halaman bapakku di Silalahi. Disana inangku dikuburkan dan saat penguburan didampingi juga oleh pendeta.

Entah kenapa saat pemakaman inangku banyak dari kami cucunya yang sakit seperti demam. Setelah selesai penguburan rombongan langsung pulang ke Medan. “Pak, Samuel udah sembuh kayaknya karena mandi di danau ha…ha..ha,” kata adik sepupuku. Amanguda menjawab, “Ya sudah baguslah, biar langsung pulang kita besok.”

“Si Eni pun untung udah sembuh juga,” kata bapakku yang memang kakakku sakit saat pemakaman tapi dia tidak ikut pemakaman. Setelah 3 tahun kemudian keluarga besar sinaga kami ingin membuat acara adat besar-besaran. “Kita mau buat tugu buat keluarga besar kita beberapa bulan kemudian jadi semua kita anak dan cucu mamak harus datang karena ini acara penting,” kata bapak tua kepada keluarga lainnya melalui telepon.

“Iyah bang pada pulang pun kami, biar ada tugu khusus pemakaman keluarga besar kita,” kata bapakku. “Iyah, biar langsung bisa semua keluarga kita datangi buat ziarah hanya disatu tempat.” Lalu semua bergegas untuk menyusun rencana untuk acara beserta anggaran dan apa yang dibutuhkan.

Aku bertanya kepada bapakku, “Pak ini kita buat acara buat apa?” “Acara ini kita buat supaya ada tugu keluarga besar sinaga kita, nanti kalo kita mau ziarah tinggal ke tugu itu aja dah gitu kalo ada yang meninggal dari keluarga kita, gak usah pala cari tanah, langsung bikin aja di tugu yang kita bikin.” “Oohhh gitu tohh ada bagus nya juga sih, berarti kayak rumah nanti bentuk tugunya kan?” kataku. “Iya, tinggi nanti dibuat karena itu bakal turun temurun untuk keluarga kita tapi yang dari keluarga bapaklah.” “Oh oke mak pak.”.

Tiga minggu kemudian acara pun dimulai di malam pertama di silalahi kampung halaman bapakku, dari yang aku tau di acara malam itu adalah pemanggilan arwah-arwah nenek moyang agar ikut bergabung dalam acara. “Nanti waktu acara malam ini kalian anak-anak gak usah ikut, di rumah tetangga belakang aja kalian karena ini khusus orang dewasa aja, karena rumah inang dipakai buat acara malam itu, ” kata mamak.

Dari yang aku dengar kalau di acara itu banyak orang yang kerasukan arwah nenek moyang. Karena penasaran kami pun ingin melihatnya, sesampai ditempat itu mamak melamun sambil manortor dan ditegur oleh bapak. “Mak Uli jangan melamun kau, jangan kosong pikiranmu nanti jadi malah kemasukkan kau.” Seketika tiba-tiba mamak sadar dan tidak terlalu serius mengikuti acara tersebut karena takut kemasukan. Saat kami anak-anaknya berada disana, kami melihat banyak mamak-mamak yang tak sadarkan diri sambil berjalan entah kemana tujuannya.

“Udah ayolah balik kebelakang nanti kesenggol sama mamak-mamak itu bahaya, jatuh pula nanti kita,” ucap kak Uli (anak pertama) dan kami bergegas untuk balik ke belakang. Keesokan harinya acara selanjutnya adalah menggali kuburan nenek-nenek moyang kami dan mengambil tulang lalu meletakkannya di tugu. Saat penggalian tulang banyak orang yang berkumpul di pinggiran kuburan itu. Karena penasaran adik laki-laki ku bertanya, “Mak, ngapain orang itu disitu nungguin?”

Lalu mamak menjawab, “Nanti waktu dapat tulangnya, dihamburkan uang ke sekitaran kuburan itu baru tuh boleh diambil uangnya.” Lalu kakak Eniku (anak nomor 2) bertanya, “Siapa aja boleh Mak.” Lalu mamak menjawab, “Boleh, sanalah ikut kalian ambil uangnya.”

Setelah itu banyaklah anak-anak di sekitar kuburan itu menunggu uang dihamburkan dan mengambilnya. Aku tak tahu apa tujuan dari penghamburan duit itu tapi yang pasti kami hanya mengikuti apa yang dikatakan para orang tua. Setelah mendapatkan semua tulang-tulang, para orang tua mencuci tulang tersebut hingga bersih dan memasukkannya ke dalam peti. Kakak uli bertanya kepada bou (kakak perempuan bapak) yang sedang mencuci tulang opung tua-tua (kakek yang sudah lama tiada). “Itu beneran dibersihkan bou?”

Lalu bou menjawab, “Iya lah, biar bersih nanti baru di taruh lah ke peti kecil itu”. Memang aneh tapi itulah adat batak yang sesungguhnya, setelah semua selesai maka peti-peti disusun dan akan dimasukkan ke tugu besok karena masih ada acara lagi.

Di Keesokan harinya adalah acara tor-tor pengakhiran acara adat tersebut, di acara tersebut orang-orang bersenang-senang karena sudah berhasil menjalankan acara tugu tersebut. Sebenarnya aku kurang tau tapi yang aku lihat di acara itu kami semua memakai pakaian yang seragam setiap keluarga dan berdandan rapi.

“Nanti kalian ikut manortor ya yang khusus anak,” kata bapakku. Dan aku pun menjawab, “Okeh pak.” Kami pun ikut manortor dan pastinya dapat uang juga hehehe.

Keesokannya adalah acara pembawaan tulang-tulang ke tugu. Para orang tua menjunjung (membawa peti di atas kepala) peti dari nenek-kakek kami. Acara tersebut tidak berlangsung lama karena hanya memasukkan peti-peti ke dalam tugu tersebut. Taklama kemudian, acara pun berakhir kami. Keluarga besar sinaga pergi ke pantai untuk bersenang-senang, manggang, berenang dan bercanda bersama.

Keesokannya kami semua pulang kerumah masing-masing. Dalam acara tersebut banyak kejadian aneh yang bikin merinding hahaha.

TAMAT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *