Posted in

Saur Matua Oppung

Laras Siahaan

Sastra Indonesia B 2022

Aku berdiri di depan pintu rumah,di tangan kananku memegang kantongan yang berisi bubur, di tangan kiri kunci motor dengan hiasan mainan rumah batak.

Di sofa, di dekat kasur, bou ku duduk dengan memegangi tangan yang terbaring kaku di kasur sempit yang hanya bisa ditempati oleh satu orang.

Air mata bou terus mengalir diikuti dengan yang lainnya yang rupanya sudah sedari tadi di sana. Kualihkan pandanganku kepada sang adik, dia juga menangis bahkan lebih keras dibanding dengan yang lain membuat pipinya tampak berkilau. Aku masih syok melihat pemandangan di depan.

Kulihat tangan yang di pegang bou yang sudah kaku, kunaikkan pandangan kedua bola mata itu sudah tertutup rapat. Adrenalin ku naik, aku takut. Apa ini?.

Kejadian itu sangat cepat. Aku baru tersadar bahwa seseorang telah pergi meninggalkan kami selamanya. Oppung yang selama 5 bulan ini aku jaga, aku ajak bicara meski kadang dia membalas dengan susah payah, tapi aku masih paham apa maksudnya. Aku selalu berharap semoga dia cepat sembuh sebab hanya dia oppung ku satu-satunya yang masih hidup.

Setiap sore menjelang senja, oppung akan duduk di kursi roda di teras depan Duduk terdiam menatap pintu gerbang.seseorang akan muncul dari luar. Jika ada yang datang kerumah, lantas mengajaknya bicara.

Dan biasanya aku hanya mampu mengamati dari dalam. Setiap keluarga yang datang berkunjung dia selalu menangis.

Aku tak tahu apa yang membuat dia menjadi mengeluarkan air mata, apa mungkin karena dia rindu dengan orang itu?.

Jam 8:15 tepat kematian oppungku dia pergi meninggalkan duka yang mendalam bagi anak-anak dan cucunya. Tentunya aku sangat terpukul akan hal itu. Berharap ini hanyalah mimpi, tapi semalam teringat aku mengingat nafas oppung sudah sesak, demamnya naik dan disitu aku berfikir itu sama seperti sebelumnya demam biasa yang besoknya kembali normal.

“Oppung” aku berujar lirih.

Kulangkahkan kaki aku, tubuhku bergetar. Rasanya kaki ini seperti jelly, mengakibatkan seluruh badan ku akan tumbang. Berdiri disamping kasur aku memegang tangannya dingin, dingin yang aku rasakan, semuanya kaku. Aku menangis sejadi- jadinya menggambarkan emosi, sedih, dan perasaan secara bersamaan.

Siapkan semuanya, kita akan pulang ke kampung” ujar bou tersedu-sedu.

Aku bergerak, menyiapkan seluruh yang dibutuhkan selama dikampung. Sebelum itu mereka lebih dulu memandikan oppung dan mendandaninya dengan rapi. Kubereskan kasur tempat ternyaman yang dirasakan oppung selama disini. Kupandang sebentar hingga air mata itu mengalir lagi.

Aku benci keadaan ini. Padahal semalam aku masih berdoa pada-Nya meminta oppung disembuhkan tapi ternyata ini adalah jawabannya. Secepat inikah?. Bahkan aku belum menjadi apa-apa untuk menyenangkannya. Kalo bisa dibilang mungkin aku buruk menjadi cucu. Suka melawan, tak mau disuruh dan sering menaikkan intonasi suara kepadanya.

Setelahnya semuanya beres, oppung dibawa melalui ambulance menuju kampung pada pukul 3 sore. Kampung kami ada di desa meat kecamatan tampahan kabupaten Toba. Perjalanan kesana hanya menempuh 7 jam. Mungkin sampai disana jam 10 malam kurang lebih. kuliah.

Kami tidak ikut mereka karena masih masuk Kebetulan aku kuliah di universitas negeri Medan. Sedangkan adikku kuliah di universitas Medan area yang pada saat itu dia sedang UTS jadi hanya bisa absen 1 hari saja. Ya aku gapyear 1 tahun itu akibatnya aku dengan adikku sama-sama masuk kuliah dan baru semester 1.

kalian berangkat ke kampung jam 1 subuh saja biar bisa sampai di sana jam 7 ” aku mengingat pesan bou sebelum memasuki ambulance sore tadi. Dan ya Kami berangkat pada jam berikut.

Sampai di kampung hari Rabu pagi. Turun dari mobil, sejauh mata aku memandang di depan rumah sudah ada tenda, papan bunga, kendaraan, dan orang- orang sudah banyak gotong royong.

Melangkah pelan memasuki pekarangan rumah melihat dari kaca depan, banyak sudah orang yang melayat tidak sedikit dari mereka ikut menangis.

Hati siapa yang tidak teriris mendengar lirihan- lirihan orang tersebut.Malamnya tiba kalo kata orang- orang ada acara keluarga. Yang dimana sudah menjadi tradisi di adat Batak itu sendiri.

Esoknya tiba di hari Kamis, hari yang akan menjadi acara besar bagi orang Batak. Hari dimana semuanya keluarga datang yang dimana ada sebagai Suhut, tulang, hula-hula, dan lainnya nama yang biasa dipakai oleh orang Batak.

Ada juga tanaman yang khusus orang mati namanya Sijaragon adalah tanaman yang dirangkai dengan beberapa benda lain yang digunakan dalam upacara pemakaman. ditemui pada saat

Benda ini bisa dengan mudah acara pemakaman yang dilakukan dengan adat Batak. Sijagaron biasanya diletakkan di samping bagian atas peti mati orang yang meninggal, dan itu di buat di atas kepala tepatnya di atas kepala menantu dari anak pertama (parumaen na parjolo). Tapi itu hanya diberikan untuk orang meninggal yang lanjut usia dan banyak keturunan atau dalam istilah Batak saur matua.

Semuanya berjalan lancar hingga sampai dimana acara mau penguburan. Tunggu apakah ini akan berakhir? Aku maju kedepan, menatap sayu oppung untuk terakhir kalinya. Memandang dengan lamat-lamat, menyimpan permanen wajah tersebut.

Tidak akan aku lupakan segala kebaikannya, ketulusan dan keikhlasannya. Walau kadang dia selalu marah-marah jika tidak sesuai di hatinya tapi, aku yakin itu semua untuk kebaikan aku.

Aku menangis, menangis lagi ketika penutup peti yang terbuat dari kayu tersebut akan menutup seluruh tubuh oppung. Ku Alihkan pandangan ke yang lain, ternyata semuanya menangis dengan lirih, ya dia begitu baik kepada semua orang.

Sebelumnya andung juga penting dalam acara adat Batak yang meninggal seperti yang dilakukan oleh keluarga besar ku pada saat ini. Andung merupakan salah satu bentuk seni suara dan sastra yang berkembang di masyarakat Batak Toba.

Andung adalah ratapan yang dilakukan pada saat upacara ritual kematian. Andung merupakan salah satu ritual adat yang bersifat tradisi yang dilantunkan pada saat ada keluarga atau kerabat yang meninggal dalam bentuk ratapan sebagai ungkapan kesedihan dari pihak keluarga yang ditinggalkan.

Ratapan dilantunkan dibarengi dengan kata-kata yang berisikan cerita tentang kebaikan-kebaikan si jenazah atau ungkapan rasa sayang dari keluarga terhadap yang meninggal. Kegiatan melantunkan andung disebut juga dengan istilah mangandung. 

Acara pemakaman pun tiba biasanya hanya di hiasi dengan nyanyian rohani dan acara ibadah singkat. Setelah itu akan dilanjut sesi foto dari keluarga besar sampe per keluarga. Tidak lupa juga sebelum beranjak dari tempat terakhir peristirahatan oppung kami berdoa dan cuci muka atau dalam istilah Batak “marsuap”, itu adalah hal yang wajar ketika mengunjungi makam.

Sementara itu sampai dirumah kembali, pastinya semua badan terasa mati rasa, daya tahan atau kekebalan tubuh yang akan menurun. Padahal harus dihadapkan dengan pekerjaan karena rumah kami sudah sangat berantakan dan kotor, piring yang menumpuk serta halaman penuh dengan sampah. Ya semuanya kami gotong royong.

Malamnya semuanya sudah istirahat sehabis selesai acara hitung menghitung tentang biaya dalam adat saur matua oppung dan hanya mereka orang tua saja yang tau itu. m ini, suasana sangat indah. Kutatap langit ada berjuta bintang yang memancar, mungkin salah satu dari mereka ada yang sedang aku rindukan.

Dia menunjukkan dirinya bahwa dia sekarang telah bahagia buktinya dia bersinar terang sekali. Bulan menjadi penghias kala malam. Secangkir teh hangat menjadi temanku saat itu. Kutatap langit sambil kupejamkan mata mengingat segala yang sudah terjadi satu hari ini. Memori itu berputar lagi, ingin ku enyahkan tapi aku rindu.

Ini adalah sejarah dalam hidupku yang benar-benar aku ingat. Sebelumnya aku juga merasakan duka meninggalnya oppung dari mamak aku tapi itu dulu waktu aku kecil, dan mungkin kami sangat jarang sekali jumpa, kalau diingat bisa dihitung dengan jari, jadi aku tidak begitu merasakan kehilangan yang mendalam seperti sekarang. Karena dari aku lahir aku sudah mengenal oppung, memandikan aku kalau mama tidak ada di rumah, kasih aku makan. Kadang jika mama memarahi aku dan sampai memukul oppunglah yang datang membelaku. Mengajak aku jalan agar aku bisa berhenti menangis.

Udara sangat dingin. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah sambil membawa secangkir teh. Aku memasuki kamar oppung, gelap. Kuperhatikan sekitar, pandangan aku berhenti di sebuah lemari coklat yang usang, berdebu, kulangkahkan kakiku perlahan dan buka ku lihat semua bekas baju yang sudah dipakai si pemilik. Lemari tersebut berbilik-bilik, bilik kanan atas tempat ulos khusus yang sengaja dibuat.

Ulos adalah simbol dari orang Batak biasanya setiap acara itu selalu diperlukan. Di bilik kiri atas ada sarung dan baju gereja, semuanya masih tersusun rapi. Aku tutup kembali pintu lemari kayu tersebut menghindari sesak didada, aku takut air mataku kembali menetes melihat semua itu. Aku berjalan ke kamar sebelah untuk tidur. Mungkin mengistirahatkan penat sebentar saja tidak mengapa.

Mungkin melihat dari umur opung 76 tahun seharusnya aku bersyukur. Kalau dilihat-lihat manusia sekarang banyak yang sudah berpulang di usia dini. Sedangkan oppung memang karena sudah waktunya atau sudah umurnya.

Cukup memang tak perlu disesali. kita tapi jangan terlarut. Tak ada yang abadi di dunia ini. Kematian adalah sebuah kepastian yang pasti menghampiri setiap manusia. Dunia ini hanya tempat persinggahan untuk menuju rumah di akhirat.

Mungkin sampai disini saja cerita pendek yang aku buat. Jika kamu pernah mengalami kehilangan seseorang yang kamu sayang tetap semangat. Kamu harus bisa mencapai tujuanmu.

Kita boleh bersedih, boleh juga mengenang tapi jangan berlarut-larut karena sebenarnya kita di dunia ini hanya sementara selebihnya kita akan kembali ke tanah.

TAMAT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *