Posted in

Istana di Antara Dua Dunia

Susan Tamara Hasibuan

Sastra Indonesia C 2022
https://www.instagram.com/susantamarahsb

Di sebuah desa bernama Bunga Tanjung, berdiri sebuah rumah panggung yang terisolasi dari pemukiman warga. Rumah itu dihuni oleh sepasang kekasih yang baru saja menikah dua tahun yang lalu. Sari Nurhaliza dan suaminya Ramli hidup bahagia meski tinggal di rumah sederhana dan lingkungan yang sepi jauh dari pemukiman. Keduanya sangat senang karena sebentar lagi mereka akan memiliki keluarga yang lengkap, Sari tengah hamil besar.

Suatu ketika Ramli meminta izin kepada istrinya itu seperti biasa untuk pergi bekerja ke desa seberang dan akan pulang esok harinya. Sari melepas kepergian suaminya dengan senyuman karena dia tau, butuh biaya besar untuk lahiran apalagi waktunya sudah dekat.

Malam itu hujan turun dengan deras, petir menyambar langit. Angin yang kencang mengguncang pepohonan dan jendela rumah terbuka karenanya. Sari berjalan perlahan, menutup jendela rumah dengan hati-hati dan disaat bersamaan, Sari merasakan perutnya mengeras. Ia meringgis, tubuhnya menggigil menahan sakit.

“Ya Allah… apakah sudah waktunya? “

Sari berteriak minta tolong, namun riuhnya hujan menenggelamkan teriakannya. Rumah yang jauh dari pemukiman warga, mustahil ada yang mendengar teriakannya. Sari menangis kesakitan, apakah dia akan mati? pikirnya kala itu. Di tengah-tengah dilema itu, tiba-tiba terdengar samar suara gamelan diiringi rintikan hujan yang tak kunjung reda. Di balik kabut jendela yang tak tertutup sempurna, muncul cahaya keemasan. Kini suara gamelan itu kembali terdengar, kali ini lebih keras seakan-akan ada yang mendekat. Pintu rumah terbuka karna dihantam oleh angin yang kencang. Di sana, tepat di depan rumahnya, tampak sebuah kereta kuda bercahaya bersama segerombolan orang-orang berpakaian seperti prajurit.

Dari dalam kereta kuda, turun sepasang manusia nan megah berpakaian melayu zaman silam. Sang Pria tinggi gagah bak raja dan wanita menggunakan tengkuluk emas seperti ratu.

Sari terperanjat kaget, apakah dia sedang berhalusinasi? Matanya kabur karena nyeri. Namun Sari bisa melihat dengan jelas senyuman sang ratu. Lalu dua perempuan berpakaian seperti bidan istana masuk dan membantunya melahirkan. Di tengah badai, bayi perempuan itu lahir. Tangisan nya nyaring memecah suara hujan, mata anak itu bening dengan kulit putih halus. Sari menimangnya dengan tangis haru.

Syukurlah… Anakku, “ lirihnya.

Tirai kamar terbuka, wanita berpakaian seperti ratu itu memasuki kamar dan duduk di sisinya. Sari tersenyum ramah padanya.

“Terimakasih banyak, “ ucap Sari tulus. “Kalau ga ada kalian, aku dan anakku… mungkin sudah “

“Tidak usah berterimakasihlah” potong sang ratu, ia tersenyum dengan mata tajam namun tenang. “Aku melakukannya … demi putriku. “

Sari menyerngit, tetapi dia terlalu lelah dan tak mau ambil pusing. Ia menimang putrinya dengan bahagia sembari berkata.

“Kamila… namanya adalah kamila. ” “Kamila?” tanya sang Ratu. Sari mengangguk. “Aku ingin menggendongnya. “

Sari tersenyum, lalu tanpa ragu ia menyerahkan bayi nya untuk digendong oleh sang ratu. Saat itu juga, sang ratu melangkah keluar sembari membawa bayi itu. Sari menyerngit.

“Mau dibawa ke mana?” tanyanya yang tak digubris.

Tiba-tiba terdengar suara raja yang memerintahkan pasukannya untuk kembali. Sari terlonjak kaget, dengan sekuat tenaga ia berlari keluar kamar. Tidak ada! Mereka menghilang. Bayinya.. Bayi nya dibawa pergi. Sari berteriak histeris. Dalam sekejap ia kehilangan putri yang baru saja ia lahirkan. Semuanya hilang tanpa jejak seolah-olah ditelan bumi.

Keesokan harinya, suaminya pulang. Sari menceritakan semua yang terjadi sambil menangis sengugukan. Ramli tampak tak percaya hingga ia melihat perut istrinya yang sudah kosong. Mereka mencari, melaporkannya pada datuk kampung. Namun tak ada jejak sama sekali hingga kasus itu akhirnya ditutup

Tujuh belas tahun kemudian…

Kehidupan telah bergulir. Sari dan suaminya pindah ke kota. Luka itu tak pernah sembuh, tapi mereka belajar menerima. Suatu hari, Kinanti, keponakan mereka, menginap di rumah. Sejak kecil, Kinanti dikenal peka pada hal gaib. Ia sering bermimpi aneh, melihat yang tak terlihat.

Malam itu, sekitar pukul 2, Kinanti terbangun. Ingin ke kamar mandi, tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara kerincing gelang kaki dari ruang tengah.

Dengan jantung berdebar, ia mengintip.

Seorang gadis remaja berselendang songket sedang berjalan anggun. Kulitnya putih bersinar, rambut panjang tersisir rapi, dan wajahnya… seolah bercahaya. Ia melangkah pelan, lalu… tiba- tiba lenyap menembus dinding.

Kinanti terpaku. Tiba-tiba ruangannya berubah. Terdengar suara gamelan di mana-mana, Ia melihat dirinya seakan berada di dalam istana kayu penuh ukiran Melayu. Di tengah ruangan, duduk gadis yang sama tadi dilihatnya—sedang dimandikan dengan air bunga, dipakaikan perhiasan, dan dilayani oleh dayang-dayang.

Semua memanggilnya:

“Putri Dara Kamila.”

Kinanti tercekat. Ia menatap sang putri. Mata mereka bertemu—dan seketika itu juga, segalanya menjadi gelap. Ia terbangun di tempat tidur. Tapi keringatnya dingin. Nafasnya tercekat. Dengan terburu-buru, ia menceritakan semuanya pada Bibinya, Sari. Mendengar nama “Putri Dara Kamila”, wajah Sari pucat.

“Kamila… itu nama yang dulu kuberikan untuk anakku…”

Tangannya gemetar. Kini ia percaya… anaknya masih hidup. tapi bukan sebagai manusia biasa.

~~~

Beberapa hari kemudian, Kinanti tanpa sengaja membuka peti tua milik keluarga. Ia menemukan sehelai songket lama dan sepucuk surat bertuliskan aksara Jawi. Ia membawa surat itu pada seorang guru tua Melayu yang masih paham bacaannya.

Isi surat itu mengguncang segalanya:

“Keturunan Datuk Maharaja Sakti akan kembali dibawa ke Istana Langit setelah tujuh generasi tersembunyi di dunia fana. Anak perempuan dari garis darah ini tak bisa hidup dua alam. Bila ia lahir di dunia manusia, maka ia harus kembali pada waktunya…”

Datuk Maharaja Sakti adalah raja kuno dari legenda tua Melayu. Banyak yang mengira ia hanya mitos. Tapi keluarga Sari ternyata adalah keturunan ke-7, dan Kamila… lahir tepat pada tanda purnama langit runtuh hari penjemputan pewaris darah kerajaan ghaib

Plot twist itu menghantam mereka:

Kamila bukan diculik. Ia dipanggil pulang.

Dan mimpi Kinanti… bukan sekadar mimpi. Itu adalah jendela antara dua alam—karena Kinanti pun, tanpa ia tahu, memiliki darah yang sama.

Kini, pertanyaannya bukan hanya tentang bagaimana Kamila bisa kembali. Tapi juga…

Apakah Kinanti akan menjadi pewaris berikutnya?

Dan apakah mereka siap jika kereta kuda itu datang menjemput lagi?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *