Kita dulu duduk di lantai papan sapo jojong,
di antara tiang-tiang kayu tua yang masih berdiri dengan kokoh,
tentang permainan masa kecil,
tentang harapan yang di ukir dengan banyak tawa.
Di sana, di bawah lampu pelita,
kita belajar arti setia tanpa bersumpah.
Kita torehkan cerita di dinding hati
seperti ukiran motif adat yang tak akan pernah pudar.
Tapi waktu seolah menyeretmu begitu jauh,
melintasi batas hutan, lembah, dan kenangan.
Kota besar memanggilmu dengan cahaya
yang tak bisa kuhalangi dengan suara rindu.
Lambat laun, namaku mulai hilang dari ingatanmu,
digantikan oleh layar, dan bahasa baru.
Kau tak lagi menyapa sapo jojong dalam mimpimu,
tak lagi mengingat bau tanah selepas hujan di kampung kita.