Posted in

Lazuardi dalam Darah

Bolas Hidayat Manurung

Sastra Indonesia A


Pernahkah kau lihat pelangi sebelum hujan berhenti?
Ia belum sempurna, tapi sudah indah.
Seperti itulah Melayu.
Bukan satu lidah,
Bukan satu warna kulit,
Bukan satu jalan pulang.
Tapi semua—semuanya,
menyatu dalam satu napas yang bernama: kita.
Ada yang menyebut kami Minang,
Ada yang menyapa kami Bugis,
Ada yang datang dari Riau, dari Patani, dari Lingga,
Tapi kami semua mengunyah nasi yang sama,
Dan menanam mimpi pada tanah yang sama merahnya.
Bahasa kami mungkin berlainan,
Tapi doa kami menghadap arah yang sama.
Melayu itu tak pernah memaksa wajah tunggal.
Ia tahu,
laut pun punya banyak ombak,
tapi tetap satu lautan.
Kami hidup dalam banyak dialek—
tapi ketika ibu memanggil anaknya,
suara kasih itu terdengar satu.
Jangan pernah minta kami untuk sama.
Tapi biarkan kami berjalan seiring.
Sebab dalam darah kami mengalir lazuardi—
warna langit yang tak bisa ditangkap dalam satu kata.
Tapi bisa dirasakan,
bila kau cukup tenang untuk mendengarkannya.
Inilah kami:
Tidak satu rupa,
Tapi satu jiwa.
Dan dalam keberagaman itulah,
Melayu hidup…
dengan damai yang tak dapat dijelaskan—
hanya bisa dirasakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *