Narasi:
Dodo adalah anak laki-laki yang aktif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ia suka mempelajari hal baru dan selalu antusias melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan. Suatu hari, Dodo ikut pergi ke pasar bersama dengan neneknya. Sesampainya di sana, Dodo menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Mata bulatnya berbinar-binar melihat makhluk kecil berkaki dua yang dijajakan seorang pria tua di pinggir jalan. Makhluk itu sebenarnya familiar di matanya, tetapi ada yang berbeda. Itu adalah anak ayam berwarna-warni.
“Nenek! Aku mau itu! Mau itu!” ujarnya dengan riang sembari menarik-narik ujung baju neneknya.
“Itu bukan mainan.” jawab neneknya.
“Tapi Dodo mau itu!”
“Itu untuk dipelihara.”
“Iya, nanti Dodo pelihara…”
Dodo mencoba merayu nenek dengan memasang mimik wajah andalannya, mata berkaca-kaca, pipi menggembung, dan bibir melengkung ke bawah. Nenek pun tak kuasa menolak keinginan cucu kesayangannya itu.
“Ya sudah, Nenek belikan. Tapi kamu harus janji dulu, ayamnya harus dijaga dan dirawat dengan baik, ya?” Dodo pun menggangguk, berjanji untuk menjaga anak ayam yang lucu itu sampai tumbuh besar.
Anak ayam kecil itu menjadi peliharaan sekaligus teman bermain yang paling disayangi Dodo. Ia memberinya nama Rambo, terinspirasi dari kartun kesukaannya. Setiap hari ia menghabiskan waktu senggangnya untuk memberi makan dan mengajak Rambo bermain. Rambo pun tumbuh menjadi ayam yang gemuk dan sehat.
Seiring berjalannya waktu, Dodo yang dasarnya adalah anak yang mudah tertarik dengan hal baru perlahan mulai menemukan kesukaannya yang lain. Ia yang tadinya selalu bersemangat memberi makan, mengeluarkan Rambo dari kandang ketika pagi hari dan memasukkan Rambo ke kandang ketika sore hari, hingga menemani Rambo berkeliling di sekitar rumah, menjadi tidak lagi melakukannya hingga membuat Nenek yang harus melakukannya. Nenek pun sudah mengingatkan Dodo terhadap janjinya untuk bertanggungjawab merawat Rambo, tetapi Dodo tidak menghiraukannya.
Pada suatu sore, Nenek memanggil Dodo yang sedang menonton kartun di televisi untuk memasukkan Rambo ke dalam kandang.
“Dodo, cepat masukkan Rambo ke dalam kandang. Sebentar lagi gelap.” pinta Nenek.
“Iya, Nek.” jawab Dodo.
Dodo yang sedang asik menonton televisi tidak terlalu menghiraukan perintah nenek. Ia hanya menjawab, tetapi masih belum beranjak dari depan televisi. Nenek yang melihatnya kembali berkata, “Cepat. Nanti ada biawak yang muncul dari ladang di belakang. Kalau Rambo dimakan biawak, bagaimana?” ujar Nenek mencoba menakuti Dodo. Biasanya itu berhasil membuat Dodo langsung gesit bergerak. Namun, sepertinya kali ini tayangan televisi lebih menarik sehingga Dodo lagi-lagi tidak menghiraukan perintah Nenek.
Nenek yang melihat itu hanya menggelengkan kepala dan bergegas keluar rumah meninggalkan beberapa sayuran yang hendak diolahnya untuk makan malam. Di luar rumah, suasana sore dengan langit jingga di ufuk barat menjadi latar belakang pemandangan kebun singkong di belakang rumah. Nenek pun mulai memanggil ayam peliharaan cucunya itu.
“Rambo… Rambo… Ayo pulang!” teriak Nenek memanggil Rambo.
Sejauh mata memandang, Nenek tidak melihat ayam itu di sekitar rumah. Merasa ada yang salah, Nenek pun bergegas masuk ke dalam rumah dan memanggil Dodo yang masih asyik menonton kartun di televisi.
“Dodo, Rambo belum pulang. Nenek panggil dari tadi tidak datang-datang. Cepat cari sana!”
Mendengar itu, Dodo pun meninggalkan tontonannya untuk mencari Rambo di kebun belakang rumah. Nenek pun ikut memperhatikan dari pintu belakang rumah.
Dodo berjalan di sela-sela pohon singkong yang masih tidak terlalu tinggi sambil berteriak memanggil Rambo, “Rambo, kamu di mana? Ayo pulang!!” teriaknya. Setelah memanggil berulang kali dan tidak mendapatkan hasil apa pun. Dodo kembali mendekati Nenek yang masih berdiri di depan pintu sambil berusaha menangat tangisnya
“Nenek, Rambo ke mana?” tanyanya dengan suara bergetar. Nenek hanya menghela napas sambil berkata, “Nenek kan sudah bilang cepat masukkan Rambo ke dalam kandang, tapi kamu malah asyik nonton kartun. Mungkin Rambo sudah dimakan biawak!”
Mendengar itu, tangisan yang sejak tadi ditahannya seketika pecah, “Huaaaa, Ramboooo, Nenek ayo cari Rambooo” rengeknya sambil menarik-narik tangan nenek. Tiba-tiba terdengar suara Kakek yang baru kembali dari ladang.
“Ada apa? Kenapa Dodo menangis?” tanyanya. Dodo pun langsung menghampiri kakeknya dan menangis semakin kencang.
“Kakek, Rambo hilang, ayo cari Rambo, Kek.” ujar Dodo dengan air mata berlinang.
“Kok bisa hilang?” tanya Kakek dengan bingung.
“Nenek sudah bilang sama Dodo untuk memasukkan Rambo ke kandang dari tadi, tapi Dodonya malah asyik nonton kartun. Eh, sekarang Rambonya hilang. Nenek rasa sudah dimakan biawak” ujar Nenek menjelaskan.
“Huaaaaaa, enggak! Rambo masih hidup! Kakek, ayo cari Rambo!” Dodo kembali menangis kencang.
Kakek dan Dodo pun kembali mencari Rambo di sekitar rumah. Setelah berkeliling, tiba-tiba Kakek menemukan beberapa helai bulu ayam yang tergeletak di sekitar kebun singkong. Kakek pun menunjukkannya pada Dodo, “Sepertinya Rambo memang sudah dimakan biawak.” ujarnya.
“Huaa, Rambo maafin Dodooo” Dodo mengambil helaian bulu itu dan memeluknya.
Mereka berdua segera kembali ke rumah karena hari sudah mulai gelap. Nenek menyambut mereka dengan raut penasaran.
“Bagaimana? Ketemu?” tanya Nenek pada Dodo. Dodo tidak menjawab sehingga Kakek yang mewakilkannya.
“Tidak ketemu, tapi kami menemukan bulunya.” ujar Kakek sambil berlalu ke kamar mandi.
“Hiks..Hiks…,Rambooo..” isak Dodo.
“Sudahlah, jangan menangis lagi. Jadikan ini sebagai pelajaran. Lain kali dengarkan apa yang Nenek bilang.” ujar Nenek sambil merangkul Dodo.
“Iya, Nek. Dodo janji gak akan ulangin lagi. Huhu, Rambo maafin Dodo.”
Sejak saat itu, Dodo berjanji akan selalu mendengar ucapan Nenek dan tidak akan lalai lagi dalam menjaga sesuatu yang ia sayangi.